Entri Populer

Kamis, 20 Agustus 2015

RAHASIA KECIL UNTUKMU (kisah nyata)

                                       

Inspirasi curhat dari seorang sahabat...!!!

    Hai bagaimana kabarmu sekarang...???
Meski begitu banyak kata yang hilang di antara kita, tapi bukan berarti aku tidak ingat apa apa lagi tentangmu. Kita yang sebetulnya tak pernah dibiasakan dengan hal seperti ini tanpa wajah dan tanpa suara, rasanya belum bisa menerina namun situasi darimu yang telah memaksa aku untuk memilih jalan yang selalu jadi mimpi buruk dalam ingatanku. Kita hidup bukan dalam waktu yang singkat, sungguh 22 tahun tidaklah waktu yang cepat berlalu bukan...???

      Aku bukanlah sebatas ranting yang mudah patah kemudian di injak oleh siapapun yang lewat. Engkau mungkin paling paham akan hal itu. Engkau juga tahu bagaimana aku di besarkan dengan kondisi sulit kala itu, bagaimana mungkin engkau anggap aku masih labil mengambil keputusan. Ada begitu banyak hal yang kita lewati bersama, meski kadang jarak memisahkan kita namun hati selalu terpaut untuk lebih penuh cinta dalam membesarkan buah hati kita. Ini bukanlah penyesalan, ini hanyalah memorial bagaimana dulu kita mencoba memulai kemudian sekarang semampu hati berusaha untuk mengakhiri. Siapapun pasti akan terluka dengan keadaan seperti ini, terlebih lagi aku dan keluargaku.

     Ingatlah kembali, 5 bulan yang lalu kita masih sama seperti belasan tahun silam. Masih dengan perasaan yang sama namun situasi yang semakin baik. Engkau kembali dari tempat yang jauh di sana. Kembali setelah beberapa waktu lamanya meninggalkan aku dan si buah hati demi mempertahankan keluarga kecil kita. Aku paham saat itu engkau kembali penuh dengan kerinduan, rasa lelah dan bahkan rasa penat yang telah engkau alami di tempat kerjamu sana. Aku selalu menjadi satu satunya tempatmu berbagi semua keluh kesahmu. Aku mungkin bukan pemberi saran yang hebat, tapi aku selalu menjadi pendengar yang baik untukmu. Tidak peduli bagaimanapun situasimu namun aku selalu ingin berdiri di sisimu, mencoba memahaminu dan terus bersamamu melewati hal ingin kita lewati bersama.

      Satu bulan kita lewati bersama dalam rumah kecil kita setelah kepulanganmu dari rantau orang. Bahkan engkau tahu,,?? Aku tidak pernah sebahagia itu melihatmu kembali. Rasanya kita bertemu kembali setelah waktu yang tak terhitung kita berpisah. Hari hari itu begitu cepat berlalu, adalah kesan yang cukup istimewa dalam hatiku karena kepulanganmu itu. Bagaimana tidak, putri kita yang sudah mulai beranjak remaja kembali merasakan hangatnya kasih sayangmu. Hari hari kami menjadi lebih berbeda setelah kepulanganmu. Setiap saat selalu di penuhi canda tawa dan raut wajah kegembiraan. Engkau curah semua waktumu untukku dan putri kita. Hanya sesekali engkau melangkahkan kakimu keluar dari rumah dan selebihnya engkau habiskan bersama kami dalam rumah kecil kita. Siang dan malam selalu di penuhi dengan curahan hati satu sama lain. Impian yang telah lama kita impikan mulai kita rajut kembali dan mencoba berdamai dengan keadaan. Benar benar waktu yang menyentuh hatiku. Terima kasih sudah kembali dengan selamat, dengan penuh cinta dan penuh perhatian kepada kami. Aku tidak pernah melupakan sampai detik ini meski akhirnya kita harus berbeda sekarang.

      Entah apa yang ada dalam fikiranmu, tiba tiba saja, saat engkau kembali ke tempat kerjamu sebuah pesan engkau kirimkan kepadaku. Pesan yang menyiratkan bahwa kita sedang di terpa badai yang entah datangnya darimana. Dalam pesanmu, tidak sedikitpun engkau melihatku sebagai sosok yang mendapingimu bertahun tahun lamanya. Engkau seperti mendengar sesuatu tentangku yang sekalipun tidak pernah aku lakukan. Engkau telah di butakan oleh kabar angin tanpa arah. Tidak sedikitpun kemarahan engkau sisakan untukku. Rasanya akulah wanita paling hina setelah membaca pesanmu. Haruskah engkau sekejam itu bertanya kepadaku, haruskah ini aku anggap teguran yang tidak pernah aku lakukan...???
Aku ini seperti apa bagimu, sejauh mana aku di hatimu..???
Saya percaya semua pasangan di dunia tidak pernah ada yang selalu baik baik saja, tapi apakah kita juga haru sama seperti mereka yang berakhir di tengah jalan...???

    Aku harus meninggalkan rumah ini tanpa harus menunggumu kembali. Di sini tidak seorangpun yang berpihak di sisiku atas perlakuanmu terhadapku. Aku sudah banyak menyimpan air mata untuk keluarga kita dan pada akhirnya engkau jugalah yang menumpahkannya. Jangan pernah berfikir ini adalah keputusan yang mudah. Engkau salah besar jika aku harus keluar dari rumah dengan mata yang berbinar. Aku hancur dan tak mampu berbuat apa apa. Aku yang menghubungimu kembali tapi tak pernah melihatku walau sesaat saja. Begitu banyak pertanyaan yang ingin ku lontarkan kepadamu setelah pesan yang engkau kirimkan kepadaku. Tapi engkau seperti menghilang, menyalahkan semuanya kepadaku atas apa yang akan terjadi. Memaksaku untuk mundur dari perjalanan panjang ini. Lantas apa yang harus aku perbuat untuk kita...???

     Engkau telah menjadi orang lain, bahkan sangat asing bagiku. Engkau memaksaku memilih jalan yang lain, jalan yang tidak akan pernah lagi aku menemukanmu di sana. Siapapun mungkin tidak akan pernah menginginkan keaadan seperti ini. Tapi aku harus pergi, pergi setelah lama memendam luka atas perlakuan ibumu kepadaku. Telah cukup lama ia memandaku dengan hina. Kata katanya selalu seperti duri yang menusuk perasaanku. Ia selalu menganggapku benalu dalam keluarga kalian. Aku bukan siapa siapa seandainya aku tidak menikah denganmu. kata kaEta itulah yang selalu ia lontarkan kepadaku. Engkau tidak pernah tahu bagaimana aku begitu tegar mempertahakan keluarga kecil kita. Namun aku tidak apa apa sekalipun dunia ini meninggalkanku, aku hanya takut tak bisa di sisimu lagi, takut tak bisa melihat putri kita tumbuh menjadi dewasa tanpa orang tua yang harmonis. Tapi sekali lagi inilah yang engkau pilihkan untukku. Rasa takut kehilanganmu yang selama ini di sisiku telah ku buang jauh. Rasanya aku ingin bebas sekarang, bebas dari beban perlakuan ibumu kepadaku. Meski harus berjuang sendiri membesarkan putri kita, aku cukup nyaman dengan kondisiku saat ini. Aku hanya perlu bekerja semampuku tanpa harus menyimpan rasa tak nyaman lagi.

   Apa engkau tahu, dulu aku pernah begitu benci terhadapmu, bahkan kepada diri sendiri aku begitu muak. bagaimana bisa dulu aku hidup bersamamu, tiap malam aku harus menangis menyesali karena kita harus berakhir seperti ini. Bahkan kepada ibuku yang telah memilihmu untukku tak luput juga dari amarahku. Aku telah jadi anak pendosa. Sesaat aku kehilangan arah, kusalahkan semua hal ini atas perjodohan kita. Engkau yang selama ini bertahun tahun dalam doaku kini mulai terlupakan, benar aku tidak peduli lagi dengan siapapun saat ini. Aku hanya ingin hidup tenang bersama putri kita. Kelak suatu hari nanti jika aku tak mampu lagi bertahan lagi di dunia ini, ku titip putri kita kepadamu. Jagalah ia seumur hidupmu dan sekali lagi maafkan aku atas keputusan pahit ini....

Titip salam untukmu dan semoga engkau selalu baik baik saja hai mantan suamiku...!!!

Selasa, 18 Agustus 2015

JALAN PULANG






    Aku ini apalah, hanya sebaris kata yang tak pernah bersua dengan susunan bait bait melodi sang pujangga. Terbuai jalan panjang yang entah kapan berujung, memangku tangan dan terus terlelap dalam nyanyian para pendusta kehidupan. Gelak tawa menipu itu tak pernah hilang, kemanapun ku hadapkan harapanku di sana ia akan menunjukkan wajahnya tanpa rasa penyesalan sedikitpun. Selalu duduk dalam keramaian kemudian harus kembali terbuang jauh dalam sepi yang mencekam.

      Aku ini siapalah, sejauh mata membentangkan pandangan adalah hanya cahaya redup, tanpa bayangan setipis apapun. Orang orang pernah datang dan singgah di jalan ini kemudian perlahan mereka menghilang dan kini aku harus di jalan yang sama, menunggu waktu atau mungkin menunggu seseorang yang akan membawaku jauh jauh.

     Akan sampai dimana aku berlalu, menyimpan tiap memori dari setiap waktu yang terlewatkan. Banyak yang telah terlupakan dan cerita baru selalu saja aku mulai. Alasan yang sama, suasana baru ataupun wajah wajah baru. Sebuah perlakuan yang selalu ku ulang, tanpa belas kasihan dan sangat jauh dari rasa yang peka kepada siapapun. Di atas sana, mungkin sudah terlukis rapi bangaimana langit memandangku, dari beberapa nama yang terbuang kemudian kembali dpisahkan dari rasa bersalah. Bagaimana bisa hidup akan terus berlanjut, melainkan hanya seperti sebatang pohon yang telah usang termakan rayap. Hanya menunggu angin kecil untuk merebahkan diri dan tidur untuk waktu yang sangat lama.

      Kepada siapakah aku ini, rumah yang sudah begitu jauh dari angan. Jiwa jiwa sedarah sudah menjadi orang lain, mereka kembali menjadi seperti lalu saat semua masih putih bersih tanpa dosa yang berarti. Takdir sebetulnya tidak pernah seperti ini, meski aku berdiam diri di suatu tempat seseorang pasti akan datang menghampiriku. Bagaimana mungkin mereka berkata seperti itu, rasanya seperti pelipur lara dalam dunia dongen.

     Aku ingin pulang, aku ingin kembali ke tempat yang sama. Mencari lagi alasan untuk bersua di bawah gelapnya malam. Tertawa bersama tanpa beban hari esok. Meski jembatan sudah hapir patah, ada beberapa pejalan kaki yang nekat menyeberang. Bukan karena tidak takut, tapi di seberang sana ada seulas senyuman yang bertahan lama, tidak ada di tempat lain dan tidak akan pernah sama di seberang sana. Gurat gurat rasa lelah mulai melingkar di wajah, menunggu waktu pulang lalu menghapus semua rasa bersalah...