Entri Populer
-
Inspirasi curhat dari seorang sahabat...!!! Hai bagaimana kabarmu sekarang...??? Meski be...
-
Aku ini apalah, hanya sebaris kata yang tak pernah bersua dengan susunan bait bait melodi sang pujangga. Terbuai jalan panjang ya...
-
Aku sangat mengenalmu, hanya terpaut satu kedipan mata dari seorang ibu yang melahirkanmu. Dari hitungan pertama sampai bilangan tak te...
-
Kenyataan tidak pernah mengenal siapapun. Kemungkinan untuk meraihnya selalu sama besar dengan kemungkinan akan kehilangan. Karir pe...
-
Di jalan ini, di bawah teduh selimut embun aku akan bercerita tentang rasa malu kepada rindu. Rasa yang selalu mengendap, meng...
-
Khair, seperti itulah Aku memanggilnya entah dalam keadaan sadar ataupun lagi bermimpi. Dia adalah cinta pertama, cinta yang jatuh...
-
Nafas pertama, di bawah lentera redup dalam bilik kecil. Riuh gemuruh suara suara khawatir di balik tirai usang. Menahan ...
Selasa, 18 Agustus 2015
JALAN PULANG
Aku ini apalah, hanya sebaris kata yang tak pernah bersua dengan susunan bait bait melodi sang pujangga. Terbuai jalan panjang yang entah kapan berujung, memangku tangan dan terus terlelap dalam nyanyian para pendusta kehidupan. Gelak tawa menipu itu tak pernah hilang, kemanapun ku hadapkan harapanku di sana ia akan menunjukkan wajahnya tanpa rasa penyesalan sedikitpun. Selalu duduk dalam keramaian kemudian harus kembali terbuang jauh dalam sepi yang mencekam.
Aku ini siapalah, sejauh mata membentangkan pandangan adalah hanya cahaya redup, tanpa bayangan setipis apapun. Orang orang pernah datang dan singgah di jalan ini kemudian perlahan mereka menghilang dan kini aku harus di jalan yang sama, menunggu waktu atau mungkin menunggu seseorang yang akan membawaku jauh jauh.
Akan sampai dimana aku berlalu, menyimpan tiap memori dari setiap waktu yang terlewatkan. Banyak yang telah terlupakan dan cerita baru selalu saja aku mulai. Alasan yang sama, suasana baru ataupun wajah wajah baru. Sebuah perlakuan yang selalu ku ulang, tanpa belas kasihan dan sangat jauh dari rasa yang peka kepada siapapun. Di atas sana, mungkin sudah terlukis rapi bangaimana langit memandangku, dari beberapa nama yang terbuang kemudian kembali dpisahkan dari rasa bersalah. Bagaimana bisa hidup akan terus berlanjut, melainkan hanya seperti sebatang pohon yang telah usang termakan rayap. Hanya menunggu angin kecil untuk merebahkan diri dan tidur untuk waktu yang sangat lama.
Kepada siapakah aku ini, rumah yang sudah begitu jauh dari angan. Jiwa jiwa sedarah sudah menjadi orang lain, mereka kembali menjadi seperti lalu saat semua masih putih bersih tanpa dosa yang berarti. Takdir sebetulnya tidak pernah seperti ini, meski aku berdiam diri di suatu tempat seseorang pasti akan datang menghampiriku. Bagaimana mungkin mereka berkata seperti itu, rasanya seperti pelipur lara dalam dunia dongen.
Aku ingin pulang, aku ingin kembali ke tempat yang sama. Mencari lagi alasan untuk bersua di bawah gelapnya malam. Tertawa bersama tanpa beban hari esok. Meski jembatan sudah hapir patah, ada beberapa pejalan kaki yang nekat menyeberang. Bukan karena tidak takut, tapi di seberang sana ada seulas senyuman yang bertahan lama, tidak ada di tempat lain dan tidak akan pernah sama di seberang sana. Gurat gurat rasa lelah mulai melingkar di wajah, menunggu waktu pulang lalu menghapus semua rasa bersalah...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar