Entri Populer

Senin, 12 September 2016

LELAKI FASIK

Lelaki yang sedang mabuk.
Ia benamkan wajahnya ke tanah dan memohon kesadaran,
untuk pulang, untuk kembali ke jalannya semula.
Perangai wanita yang seperti anggur tua di semai oleh musin dingin berkepanjangan,
lalu musim semi datang menghangatkan segala bentuk rupanya,
kemudian ia menawarkannya kepada lelaki.
Sungguh tipu daya...

Lalu...

Lelaki letakkan bahunya di atas telapak tangan wanita, larut dalam pangkuan.
Lantas wanita tersenyum, terharu, dan memuja dengan penuh pesona.
Lalaki berpuas hati, mengartikan diri sedatar akar yang baru saja keluar dari padang tandus.
Lelaki membakar seluruh urat urat semangatnya, menerima sampul kemenangan atas apa wanita perlihatkan kepadanya.
Kemudian lelaki berjanji,
"Akan ku simpan hidupmu di atas hidupku, kepentinganmu akan menjadi tujuanku, kemalanganmu adalah kutukan bagiku, percayalah hai wanitaku.."
Namun hanya balasan isyarat, seulas senyuman di bawah kedipan lentik mata wanita.


Rasa yang yang begitu mempesona.
Meski wanita selalu tak pernah datang,
Walau sekalipun langkanya tak pernah tertuju kepada lelaki,
Hanya isyarat, ya hanya dengan isyarat wanita menjadi permata di hadapan lelaki pendulang kemewahan.


Wanita memang pelakon yang hebat,
Ribuan jam wanita menyembunyikan lidah dan rupanya yang sebenarnya dari lelaki. Menari dan memerdukan suara untuk melodi kefasikan lelaki.
Kemudian ia bentangkan keinginan keinginannya dengan begitu halus.


Lelaki berbisik, "sabarlah hai wanitaku. Keringatku belum tercurah deras, tulang tulangku masih kuat melawan dunia.
Akan ku buatkan permadani untukmu di atas air mataku.."
Wanita menyimpan suara bisikan itu dalam hati. Girang bagaikan gembala sedang melihat dombanya melahirkan ratusan ekor anak.
Dengan gemulai wanita menyentuh ubun ubun lelaki, merebakkan aroma bunga yang sungguh memabukkan.


Renda biru, bergantungan memupus harapan. Wanita berdiri di seberang hulu jalan,

Kala lelaki tak kunjung menepati janji,

Di saat lelaki hampir tenggelam oleh air mata demi permadani untuk wanitanya,

Ketika lelaki berjalan tertatih, pakain kumal dan wajah kusam karena sengatan matahari,

Wanita menjadi lumbung pengkhianatan,
Wanita memadu seribu alasan untuk pergi,
Wanita menatap sinis, membalikkan badan, lalu melambaikan tangan,,

" SELAMAT TINGGAL LELAKI BODOH...!!! "







DIA AKAN DATANG

Dia menungguku.
Seperti biasa aku terlebih dahulu membersihkan noda-noda di bajuku, menyisir rambut dan merapikan lidahku yang seringkali kaku di depannya. Bertemu dengaannya adalah suatu kegilaan yang begitu nikmat, betapa memang rasa tak pernah menipu raga.

Sangat sering semuanya tidak sebaik yang aku siapkan untuk bertemu dengannya. Ada yang aku lupa dan aku fikir bunga terlalu serius untuk pria sepertiku. Gairahku tak pernah redup sedikitpun, rupanya jarak sangat baik menjaganya. Dia tak jauh, juga tak cukup dekat untuk aku rengkuh. Ini semacam ilusi, sungguh memabukkan.

Meski aku tak selalu mejadi pendengar yang baik di depannya, namum aku tahu dia punya ingatan yang cukup buruk, tak bisa menunggu lama, penyuka kucing persia, seorang yang senang berlama-lama di dapur dan dia seseorang yang di penuhi kasih meluap-luap. Karena kebiasaan, aku menghafal itu di luar kepala.

Taman sudah banyak menguping pembicaraanku dengannya. Sore ini adalah kesebelas kalinya untuk merekam senyum dan mata sayunya di hadapanku. Biarkanlah, dunia ini bebas memilih siapa yang akan menjadi indah dipenuhi getaran asmara.

Aku menunggunya, bangku yang dingin ini akan segera hangat setelah dia datang. Saat ini aku tak perlu gelisah mengingat puisi yang aku tulis untuknya, sesuatu lebih serius dari sebuah kata telah membakar keinginanku. Aku akan di sini, meski semua melambat, aku tetap di sini menunggunya.

Setengah jam...!!!

Satu jam...!!!

Senja nan lembut tak pernah takluk pada siapapun, aku tak peduli. Sekelilingku perlahan beranjak menjauh dan menghilang. Petang yang mulai padam bukanlah sebuah godaan yang pantas. Aku tahu, persis tahu bahwa hal besar selalu butuh proses yang dramatis.

Satu jam lagi...!!!

Sama sekali belum apa-apa, aku bisa lebih dari ini. Kurapatkan kakiku, menggesek tanah cokelat di bawah bangku tempatku duduk. Mendekap tangan di dada, aku menoleh ke belakang. "Mungkin dia akan mengejutkanku". Beberapa saat berlalu, masih sama, dan terus berlalu. Angin malam mulai merambat halus di kulit kepalaku, mendesis pelan di bawah telingaku dan tak terbayangkan betapa aku menikmati proses ini.

Malam yang penuh bijak, cahaya redup rembulan memancar di sela pohon akasia, suara hewan melata bersiul sesekali menyegarkan ingatanku. Sepuluh kali aku bersamanya dalam pertemuan yang tak terperikan bahagianya, memotong kuku tanganku jika sudah tak rapi, menyapu punggungku yang berdebu dan kadang membuatku takjub saat dia menceritakan betapa lucunya kucing persia itu.

Waktu berlalu banyak...!!!

Sangat aku sesali ingatanku sedikit demi sedikit buyar, mataku mulai sayu dan tubuhku kaku digerogoti rasa haus. Damai, senyap tanpa beban, tak ada ingatan apapun lagi. Malam adalah selimut paling tua, saksi berbagai kisah kelam di tanah perselisihan. Aku berlalu dengan selimut tua itu. Dia akan datang, aku tahu pasti..

Senin, 22 Februari 2016

Batas selat malaka

Di tanjung pelepas, para penakluk samudera saling berpapasan.
Selat malaka yang tak pernah sepi, berentetan armada terapung dengan kemilauan cahaya megah, setiapnya menuju haluan masing masing.
Tak peduli angin berhembus hebat,  gulungan putih melintang sepanjang cakrwala langit, cahaya cahaya itu tetap menerobos pekatnya badai.
Rindu mereka kepada suara suara kecil di tempat peraduan, adalah nyawa terakhir yang tidak akan roboh begitu saja. Mereka adalah pejuang, penguasa, petualang serta pengemis kebahagiaan, dan mereka tidak akan berhenti sampai langit menutup samudera dengan jubah akhir zaman.


Tapi aku masih di sini Khair, meliuk liuk gemulai menghitung dengan cermat kebohonganku.
Di batas semananjung, di antara selat tanah harapan yang selalu penuh sejarah. Aku ingin berbicara kepadamu, mendengarkanku dengan jujur serta mempercayaiku seadanya.
Waktu yang terus berlalu, telah membuang harga diriku seperti sampah.
Hanya seutas benang yang ia sisakan dan aku ingin engkau menyulamnya menjadi sebaris ukiran pembuktian.

Ambang alur merengsek menepi, menutup batas batas merah kesabaran.
Berjalan pelan, kemudian para pelayar itu menggemakan terompet keagungan.
Jalan menjadi lapang, tabir menyingkap semua rahasia kegelapan untuknya.
Pengayuh kecil mulai bergerak mundur, hanya pasrah dan mata hampir meneteskan linangan air yang sudah di ujung kemalangan.
Andai saja, pengayuh kecil itu hidup sendiri,
Andai saja pengayuh kecil itu tidak mencintai keluarga dan Tuhannya,
Andai saja pengayuh kecil itu membenci kehidupan,
Andai saja, andai saja....


Saat ini engkau membuatku tersenyum berlebihan Khair.
Tapi aku mengerti bahwa setelah engkau ada di fikiranku, aku sendirilah yang akan mengurusnya.
Engkau bukanlah sesuatu yang bisa kumiliki dengan sebuah usaha.
Sama sekali tidak seperti itu.
Jika engkau bisa mendengarku, katakanlah bahwa engkau tidak pernah takut mati Khair.
Aku tidak ingin engkau seperti mereka yang takut mati.
Takut karena setelah mereka pergi dunia ini akan melupakannya.
Tapi percayalah, aku tidak akan berdiri di jalan yang sama dengan mereka, meski dunia telah mengubur jauh namamu.


Matahari sedang merona, menjingga sesukanya dan memoles awan penuh semangat di ujung barat.
Langit akan menjadi sepi, gemintang dan kabut tak akan pernah mampu menghiburnya.
Garis pantai mengering, pukat yang membentang telah tergulung kembali.
Wajah keadilan kini mulai pudar.
Menara kemanusiaan yang hilang selalu saja penuh misteri.
Seperti itulah hukum alam sejak dulu.

Jika harus jujur, aku ingin merpendek jarak selangkah demi selangkah denganmu.
Tapi bila engkau tetap ingin pergi maka aku akan membiarkanmu pergi melalui semua pintu di dunia.
Di manapun engkau berada, aku akan tetap berdiri di belakangmu...!!!



Sabtu, 09 Januari 2016

RUMAH TAK PERNAH SAMA


     
        Nafas pertama, di bawah lentera redup dalam bilik kecil. Riuh gemuruh suara suara khawatir di balik tirai usang. Menahan nafas, memanjatkan do'a, bersenandung suka cita untuk menyambut wajah baru.
Kabut dingin telah membalut bumi dengan rapat. Kain lusuh, pakaian kumal dan peci memudar menjadi penghangat kerinduan yang berkepanjangan.

      Waktu berlalu, namun tak seperti sebelumnya. Berjalan pelan, menggelinding seperti matahari sedang bermain petak umpet di balik awan. Petuah leluhur sudah menjamur untuk keselamatan jiwa mungil yang baru. Rumah yang di janjikan Tuhan telah di tepati. Tak bergeser sedikitpun, sejengkal darah hanya isyarat untuk menyempurnakan kedatangan. Papan lapuk menjadi saksi, betapa debaran jantung dan ketegangan urat nadi telah sampai pada batasnya.
Menunggu teriakan menggema. Isyarat yang menyampaikan telah lahir pemegang janji yang akan di mintai pertanggung jawaban kelak nanti.

      Hidup tak akan sempurna. Kemanapun mata memandang selalu ada batas nalar yang menjadi buih terakhir untuk sebuah harapan. Saat leher mulai bergerak, mata ibu satu satunya lukisan tak ternilai. Ketika tubuh perlahan merangkak, tangan ayah menjadi jembatan pelangi tak tergantikan. Kemudian kaki mampu berjalan, pergi, menghilang, datang, lalu berlari meninggalkan kenangan puluhan tahun silam. Di sini hidup, di sana hidup dan hidup selalu seperti itu.


      Darah panas mengalir deras dalam setiap rongga tubuh. Tak banyak pilihan terlewatkan tanpa rasa yang menggebu gebu. Sudut mata selalu tajam menerima petunjuk kebaikan. Entah sampai kapan menipu diri dari kebenaran.


      Jauh, membawa diri untuk jawaban  teka teki yang sederhana. Pergulatan suara hati tak mampu terbendung lagi. Tersenyum pada kenikmatan semu dalam setiap langkah kaki. Mengejar bayang bayang kebebasan, meremas setiap kepedihan yang datang mencoba menggoyahkan. Hanya satu, hanya demi sebuah PENGAKUAN.


      Oh alangkah, semua memang sudah seharusnya. Hitam putih perjalanan telah menjadi buku tua penuh makna. Waktu terus berlanjut. Impian yang menjanjikan seringkali menjadi abu abu dan tak tentu arah. Semangat yang menggigih tak luput pula dari kepasrahan yang menyedihkan. Mestinya tak pernah ada penyesalan, sepatutnya isyarat pengorbanan tak menjadi sia sia belaka. Seperti itulah sandiwara seorang musafir.


      Wajah tak seperti dulu lagi. Ada dosa dan pahala yang menghiasinya. Tangan tak lagi dingin, pengalaman hidup telah menghangatkannya sampai ke ujung jemari. Cinta yang baru datang silih berganti, menggoda akal sehat untuk berpaling dari cinta pertama. Ada banyak warna yang menyesatkan tujuan perjalanan. Dari rintik pujian sampai derasnya penghinaan sudah cukup menggoyahkan kepercayaan. Hidup selalu mengajarkan kebaikan, rasa yang peka pasti tak akan tersesat.

      Katakanlah, tanah asing tak akan pernah sama tanah kelahiran. Kibaran rasa kasih tak bisa sama. Seringkali ada bumbu pahit yang tersembunyi di balik senyum ramah. Jika persimpangan sudah mengkhianati rasa rindu, kemewahan pun sama sekali bukan obat lara hati. Menanggung getirnya peristiwa sendiri, benar benar meluluhkan impian hidup. Hanya saja, antara melambaikan tangan dan menggenggam asa, menyambut cinta selalu lebih dari segalanya.


      Jalan pulang selalu terbuka. Rumah kelahiran tak pernah tertutup pintunya. Sampai kemanakah mengejar dunia, jika semua telah menjadi gelap gulita. Rajam kepedihan berkali kali menusuk, mengusik bahtera megah angan angan.
Bukan hal lain, antara menabur bunga di atas pusara dan menyanyikan kidung berkabung, hidup terasa membelakangi kisah yang seharusnya.

     
      Maafkanlah untuk semua kemudahan yang membentuk cinta secara singkat, lambaikanlah kedipan mata, pesan terakhir untuk semua pengganggu tidur panjang di alam sana nanti.


        Jika tujuan sudah tak pernah tampak lagi, saat kepalan tangan mulai renggang atas genggamannnya, kembalilah. Kembali dan temui penyejuk jiwa dan kalbumu. Peluk erat, bersimpuh, bersujud di kakinya membayar atas kesalahan di masa lalu. Waktu selalu tak pernah menoleh, memenuhi ikrar terakhir adalah balasan yang cukup setimpal untuk semua pengorbanan mereka...!!!
   

   

Minggu, 20 Desember 2015

CERMIN JIWA



Aku sangat mengenalmu, hanya terpaut satu kedipan mata dari seorang ibu yang melahirkanmu.
Dari hitungan pertama sampai bilangan tak terjabarkan, dunia ini tetap sama,
hanya engkau dan aku di atasnya.
Tak ada yang sanggup membatasi senyum di antara kita,
bahkan nasib buruk sekalipun akan kehilangan kuasanya jika ia datang dan mencobanya.
Siapa yang pernah hidup seperti itu, bisa  tertawa lepas saat air mata sudah di depan wajah.
Menenggelamkan mimpi buruk dalam waktu yang begitu rumit dan bertahan ketika harapan sudah tak bisa lagi di rangkul dengan emosi.
Kita adalah dedaunan yang selalu memilih melawan angin, tak banyak pilihan
"terbuang atau terbang"...


       Tiap kali kugerus tanah kelahiran orang orang asing, aku selalu merajut namamu di atas menara agung kemanusiaan , tempat yang tak seorang pun memiki kenangan di sana.
Nyanyian kedamaian adalah satu satunya surat yang engkau simpan untukku, sampai saat ini telah ribuan kali ku kumandangkan kepada seluruh penjuru kabut dunia.
Kita yang sudah cukup lama tak bersua, kini mulai memudarkan lentik bulu mata dan mempermainkan saraf akal sehat.
Jemari yang selalu bertepuk, lidah yang melengking tajam dan pesona wajah purnama adalah harga yang telah engkau berikan.
Begitu istimewa, taman babilon tak mungkin bisa sebanding dari semua itu.


      Apa artinya kaki bila satunya tersimpan dalam tungku api, jauh dari masa yang terikat.
Bukankah dua telinga lebih baik, akan ada kebenaran dan dosa menari hebat dalam nurani.
Kita adalah pelakon yang terbuang,
Selalu tersandung cinta dalam rumah yang sama.
Mulai menyembunyikan rasa bersalah lalu memberanikan diri menipu kampung halaman.

       Ku teteskan darahku, lalu ku alirkan kemana arah janji membawanya.
Ku kembalikan kepadamu wajah wajah kekasih yang pernah membawa cerita naif untuk kita.
Rindu semu, dan memori tak bertuan.
Benar benar sampul kemenangan yang tak butuh penghargaan.


       Aku takjub, dunia telah membuat kita tidur di antara badai dan musim semi.
Kita berada di jalan yang sama, meski harus berseberangan di persimpangan yang kejam.
Tapi sekali lagi, dunia adalah milik kita.
Kemanapun engkau hadapkan punggungmu, engkau tidak akan pernah menemukanku di sana.
Tapi aku akan selalu berdiri selangkah di depan mimpi mimpimu.
Mencoba menjaganya agar tetap bisa berdamai dengan takdir, kemudian aku akan menyambutmu dengan segelas anggur tua yang hangat.


       Periksalah sekali lagi gemulai rumpun awan di atas kepalamu.
Di sana, engkau akan mendapati kabar tentang rahasia kita.
Coretan yang penuh tanda tanya, seperti sepeda tua berkeliling tengah malam dalam jantung perkimpoian.
Kita akan berkeliaran sepanjang kegelapan mencari jejak para pendahulu, mencoba memperbaiki drama agar terlihat lebih mustahil dan sampai saat ini, bayangan itu tetap abadi.

Belantara hijau, saksi dari tragedi langit taurus. Mengayuh perahu kecil demi sebuah asa menyambung hidup,
Demi harga diri, demi waktu yang terbuang percuma dan demi kemewahan dunia yang memabukkan.
Kita pernah di sana, menguras urat tangan dan mengusir rasa takut,
Membagi kemiskinan antara telunjuk dan detak jantung,
Mengulas habis kehebatan petuah petuah kuno,
Sampai kita tertidur pulas,
sampai mimpi tidur berulang kali mengganggu, sampai pagi datang dan muara anak sungai adalah penyambut jiwa yang tak terlupakan.

   
Di saat pohon mengeluarkan wangian seperti zaitun,
Ketika dinding rumah  menyapa dengan bau besi berkarat,
Engkau telah menjadi cermin jiwa yang hilang.
Tanpamu, tak bisa kulihat wajahku.
Di tubuh yang sudah mulai usang, di ujung simbol tangan Tuhan yang telah renggang, aku berikrar atas kalimat kalimat ini.

"Realita daratan timur telah mengawetkan perjalanan hidup kita hai, Sang Pencerah"...!!!

Kamis, 17 Desember 2015

HUJAN TAKKAN PERNAH BISA SEMBUNYIKAN AIR MATA



    Di jalan ini, di bawah teduh selimut embun aku akan bercerita tentang rasa malu kepada rindu.

Rasa yang selalu mengendap, menghilang kemudian datang seperti penyakit jantung yang telah sekarat.

Waktu yang dulu putih, menjadi jingga lalu bertebaran bagai debu di halaman gubuk para syirian.

Kita yang harus bercucuran peluh ubun ubun hanya untuk sebuah persandingan kepercayaan, lalu membandingkan diri dari kursi kursi para penjudi kemegahan yang penuh sandiwara.

Dan lihatlah, ini adalah rencana yang tak pernah kita tulis dalam lontar manapun.

Akhirnya engkau dan aku jugalah yang harus menjaga garis dunia ini, terpisah ribuan kaki di bawah langit langit padang bulan.

Namun segalanya selalu ada batas hai khair, selalu ada nada yang tak mampu engkau ucapkan dari lidah dan rongga jantungmu, semua sisi hanyalah dinding yang tinggal menunggu waktu untuk hancur dan berkeping keping.



     

      Perlahan ku kumpulkan alur masa lalu yang tak terperihkan kenangannya, lalu mencoba menerima betapa rasa cinta memang tak layak mendapatkan belas kasih dari kita.

Engkau yang selalu dibiasakan oleh rasa manja gemulai , gelak tawa yang tak pernah terdengar dari wajah mana pun  dan malam yang tak pernah menghilang dari nostalgia itu.

Di hatimu dan bukumu selalu ada jemari yang mengepal dalam doa untukku, berharap dan  meneteskan barisan air mata hanya untuk perasaan yang sama.

Aku mengerti, aku mengerti betapa Tuhan telah merampas cermin jiwa kita, menggantinya dengan perasaan bersalah yang pada akhrinya harus berujung penyesalan seumur hidup.



     Mungkin sebagian dari mereka percaya bahwa takdir adalah meskipun kamu berdiri di tempatmu, akan ada seseorang yang datang kepadamu kemudian menyerahkan cintanya atas cintamu, berjalan di sampingmu siang dan malam lalu menutup mata di bawah matamu.

Tapi semua itu bohong, mana mungkin hujan turun tanpa awan, sejak kapan mereka bisa melihat bintang tanpa langit, akan seperti apa malam tanpa kegelapan embun di tengah rimbun kedamaian...???



      Aku melihat, semakin tua mereka maka semakin mereka meninggalkan keindahan yang baru mencuat di pergumulan.
padahal mereka hidup bergerak meninggalkan masa lalu, tapi tidak sedikit dari mereka yang ingin menghabiskan waktu dan kesenangan untuk mencari memorial itu.

Mengapa mereka ingin kembali...??

Ada apa di masa lalu itu...???

   
       Khair, dengar dan lihatlah lidah serta telinga mereka yang diciptakan untuk menjadi benalu kehidupan.

Merekalah yang ingin kembali ke masa lalu untuk menghapus kesalahan yang tak termaafkan.

Kembali untuk menghibur diri dari nestapa dunia dan parodi cinta di hati mereka.

Kembali untuk menawar karma yang sudah menjalar di sekujur tubuhnya.

Mereka ingin kembali ke masa lalu untuk tidak pernah kembali lagi ke sini, tempat yang tak layak lagi untuk mereka ceritakan kepada siapapun.



     Lalu, kemana aku akan membawa lukisan wajahmu ini...???

Apakah engkau bisa menungguku di tempat yang tak sedikitpun ada angin berbisik, tempat yang bisa engkau temukan bunga sakura di musim dingin, tempat dimana rumput sudah tak lagi hidup di bawah kaki kaki manusia pelupa.

Aku ingin engkau tetap di sana, hidup dan menungguku sekali lagi untuk berdiri di sampingmu bersama payung kecil di bawah hujan rintik.

Aku ingin menjadi kita, menjadi akar kehidupan dan melahirkan tunas tunas kecil di kehidupan selanjutnya.

Aku ingin hidup dengan waktu yang lambat denganmu, keluar dari melodi takdir yang penuh tipu daya.

Aku ingin menjadi kita, kita bukan untuk mereka tapi kita untuk engkau, aku dan Sang Pencipta.



       Hanya dengan sedikit senyuman siapapun akan terlihat lebih kuat.

Sebetulnya aku tak ingin peduli lagi atas semua pelipur lara yang di ciptakan di  permukaan kehidupan ini.

Bagiku, bola matamu yang menari penuh sayu telah menjadi peta di perjalananku.

Di belahan manapun engkau akan pergi, akan selalu ada sayap sayap angin membawa syair laraku untukmu.

Burai pipimu sudah tak mampu lagi terbendung dalam nuraniku, ku tapaki langkah demi selangkah hanya untuk menghapusnya tapi ia tetap abadi, tetap bersemayam dan bersembunyi menunggu sampai matahari terbit dari laut merah.



      Jika hidup ini memang naif, aku bahkan ingin lebih dari itu.

Aku hanya ingin sedikit senyum datar dari wajahku.

Menjadi musafir sesepi ini benar benar menyakitkan.

Dunia ini tak pernah tahu bagaimana takdir memperlakukan kita begitu menyedihkan.

Saat semua sudah menjadi indah, ada yang harus mundur demi mengatur langkah untuk tetap bertahan hidup.

Bergemalah dan berteriaklah kepada dunia yang sudah tua ini khair, sampaikan padanya bahwa umurku dan umurnya tidak mungkin terpaut seribu tahun.

Aku dan dunia ini akan mati bersama atas kepedihan hatimu.

Maafkan aku jika selama ini benar benar sudah terlalu melelahkan cintamu....!!!


 Aku selalu berharap kenangan ini bisa tergantikan oleh hujan, meski hujan takkan pernah mampu menyembunyikan air mata karena perpisahan.....!!!!

Kamis, 20 Agustus 2015

RAHASIA KECIL UNTUKMU (kisah nyata)

                                       

Inspirasi curhat dari seorang sahabat...!!!

    Hai bagaimana kabarmu sekarang...???
Meski begitu banyak kata yang hilang di antara kita, tapi bukan berarti aku tidak ingat apa apa lagi tentangmu. Kita yang sebetulnya tak pernah dibiasakan dengan hal seperti ini tanpa wajah dan tanpa suara, rasanya belum bisa menerina namun situasi darimu yang telah memaksa aku untuk memilih jalan yang selalu jadi mimpi buruk dalam ingatanku. Kita hidup bukan dalam waktu yang singkat, sungguh 22 tahun tidaklah waktu yang cepat berlalu bukan...???

      Aku bukanlah sebatas ranting yang mudah patah kemudian di injak oleh siapapun yang lewat. Engkau mungkin paling paham akan hal itu. Engkau juga tahu bagaimana aku di besarkan dengan kondisi sulit kala itu, bagaimana mungkin engkau anggap aku masih labil mengambil keputusan. Ada begitu banyak hal yang kita lewati bersama, meski kadang jarak memisahkan kita namun hati selalu terpaut untuk lebih penuh cinta dalam membesarkan buah hati kita. Ini bukanlah penyesalan, ini hanyalah memorial bagaimana dulu kita mencoba memulai kemudian sekarang semampu hati berusaha untuk mengakhiri. Siapapun pasti akan terluka dengan keadaan seperti ini, terlebih lagi aku dan keluargaku.

     Ingatlah kembali, 5 bulan yang lalu kita masih sama seperti belasan tahun silam. Masih dengan perasaan yang sama namun situasi yang semakin baik. Engkau kembali dari tempat yang jauh di sana. Kembali setelah beberapa waktu lamanya meninggalkan aku dan si buah hati demi mempertahankan keluarga kecil kita. Aku paham saat itu engkau kembali penuh dengan kerinduan, rasa lelah dan bahkan rasa penat yang telah engkau alami di tempat kerjamu sana. Aku selalu menjadi satu satunya tempatmu berbagi semua keluh kesahmu. Aku mungkin bukan pemberi saran yang hebat, tapi aku selalu menjadi pendengar yang baik untukmu. Tidak peduli bagaimanapun situasimu namun aku selalu ingin berdiri di sisimu, mencoba memahaminu dan terus bersamamu melewati hal ingin kita lewati bersama.

      Satu bulan kita lewati bersama dalam rumah kecil kita setelah kepulanganmu dari rantau orang. Bahkan engkau tahu,,?? Aku tidak pernah sebahagia itu melihatmu kembali. Rasanya kita bertemu kembali setelah waktu yang tak terhitung kita berpisah. Hari hari itu begitu cepat berlalu, adalah kesan yang cukup istimewa dalam hatiku karena kepulanganmu itu. Bagaimana tidak, putri kita yang sudah mulai beranjak remaja kembali merasakan hangatnya kasih sayangmu. Hari hari kami menjadi lebih berbeda setelah kepulanganmu. Setiap saat selalu di penuhi canda tawa dan raut wajah kegembiraan. Engkau curah semua waktumu untukku dan putri kita. Hanya sesekali engkau melangkahkan kakimu keluar dari rumah dan selebihnya engkau habiskan bersama kami dalam rumah kecil kita. Siang dan malam selalu di penuhi dengan curahan hati satu sama lain. Impian yang telah lama kita impikan mulai kita rajut kembali dan mencoba berdamai dengan keadaan. Benar benar waktu yang menyentuh hatiku. Terima kasih sudah kembali dengan selamat, dengan penuh cinta dan penuh perhatian kepada kami. Aku tidak pernah melupakan sampai detik ini meski akhirnya kita harus berbeda sekarang.

      Entah apa yang ada dalam fikiranmu, tiba tiba saja, saat engkau kembali ke tempat kerjamu sebuah pesan engkau kirimkan kepadaku. Pesan yang menyiratkan bahwa kita sedang di terpa badai yang entah datangnya darimana. Dalam pesanmu, tidak sedikitpun engkau melihatku sebagai sosok yang mendapingimu bertahun tahun lamanya. Engkau seperti mendengar sesuatu tentangku yang sekalipun tidak pernah aku lakukan. Engkau telah di butakan oleh kabar angin tanpa arah. Tidak sedikitpun kemarahan engkau sisakan untukku. Rasanya akulah wanita paling hina setelah membaca pesanmu. Haruskah engkau sekejam itu bertanya kepadaku, haruskah ini aku anggap teguran yang tidak pernah aku lakukan...???
Aku ini seperti apa bagimu, sejauh mana aku di hatimu..???
Saya percaya semua pasangan di dunia tidak pernah ada yang selalu baik baik saja, tapi apakah kita juga haru sama seperti mereka yang berakhir di tengah jalan...???

    Aku harus meninggalkan rumah ini tanpa harus menunggumu kembali. Di sini tidak seorangpun yang berpihak di sisiku atas perlakuanmu terhadapku. Aku sudah banyak menyimpan air mata untuk keluarga kita dan pada akhirnya engkau jugalah yang menumpahkannya. Jangan pernah berfikir ini adalah keputusan yang mudah. Engkau salah besar jika aku harus keluar dari rumah dengan mata yang berbinar. Aku hancur dan tak mampu berbuat apa apa. Aku yang menghubungimu kembali tapi tak pernah melihatku walau sesaat saja. Begitu banyak pertanyaan yang ingin ku lontarkan kepadamu setelah pesan yang engkau kirimkan kepadaku. Tapi engkau seperti menghilang, menyalahkan semuanya kepadaku atas apa yang akan terjadi. Memaksaku untuk mundur dari perjalanan panjang ini. Lantas apa yang harus aku perbuat untuk kita...???

     Engkau telah menjadi orang lain, bahkan sangat asing bagiku. Engkau memaksaku memilih jalan yang lain, jalan yang tidak akan pernah lagi aku menemukanmu di sana. Siapapun mungkin tidak akan pernah menginginkan keaadan seperti ini. Tapi aku harus pergi, pergi setelah lama memendam luka atas perlakuan ibumu kepadaku. Telah cukup lama ia memandaku dengan hina. Kata katanya selalu seperti duri yang menusuk perasaanku. Ia selalu menganggapku benalu dalam keluarga kalian. Aku bukan siapa siapa seandainya aku tidak menikah denganmu. kata kaEta itulah yang selalu ia lontarkan kepadaku. Engkau tidak pernah tahu bagaimana aku begitu tegar mempertahakan keluarga kecil kita. Namun aku tidak apa apa sekalipun dunia ini meninggalkanku, aku hanya takut tak bisa di sisimu lagi, takut tak bisa melihat putri kita tumbuh menjadi dewasa tanpa orang tua yang harmonis. Tapi sekali lagi inilah yang engkau pilihkan untukku. Rasa takut kehilanganmu yang selama ini di sisiku telah ku buang jauh. Rasanya aku ingin bebas sekarang, bebas dari beban perlakuan ibumu kepadaku. Meski harus berjuang sendiri membesarkan putri kita, aku cukup nyaman dengan kondisiku saat ini. Aku hanya perlu bekerja semampuku tanpa harus menyimpan rasa tak nyaman lagi.

   Apa engkau tahu, dulu aku pernah begitu benci terhadapmu, bahkan kepada diri sendiri aku begitu muak. bagaimana bisa dulu aku hidup bersamamu, tiap malam aku harus menangis menyesali karena kita harus berakhir seperti ini. Bahkan kepada ibuku yang telah memilihmu untukku tak luput juga dari amarahku. Aku telah jadi anak pendosa. Sesaat aku kehilangan arah, kusalahkan semua hal ini atas perjodohan kita. Engkau yang selama ini bertahun tahun dalam doaku kini mulai terlupakan, benar aku tidak peduli lagi dengan siapapun saat ini. Aku hanya ingin hidup tenang bersama putri kita. Kelak suatu hari nanti jika aku tak mampu lagi bertahan lagi di dunia ini, ku titip putri kita kepadamu. Jagalah ia seumur hidupmu dan sekali lagi maafkan aku atas keputusan pahit ini....

Titip salam untukmu dan semoga engkau selalu baik baik saja hai mantan suamiku...!!!

Selasa, 18 Agustus 2015

JALAN PULANG






    Aku ini apalah, hanya sebaris kata yang tak pernah bersua dengan susunan bait bait melodi sang pujangga. Terbuai jalan panjang yang entah kapan berujung, memangku tangan dan terus terlelap dalam nyanyian para pendusta kehidupan. Gelak tawa menipu itu tak pernah hilang, kemanapun ku hadapkan harapanku di sana ia akan menunjukkan wajahnya tanpa rasa penyesalan sedikitpun. Selalu duduk dalam keramaian kemudian harus kembali terbuang jauh dalam sepi yang mencekam.

      Aku ini siapalah, sejauh mata membentangkan pandangan adalah hanya cahaya redup, tanpa bayangan setipis apapun. Orang orang pernah datang dan singgah di jalan ini kemudian perlahan mereka menghilang dan kini aku harus di jalan yang sama, menunggu waktu atau mungkin menunggu seseorang yang akan membawaku jauh jauh.

     Akan sampai dimana aku berlalu, menyimpan tiap memori dari setiap waktu yang terlewatkan. Banyak yang telah terlupakan dan cerita baru selalu saja aku mulai. Alasan yang sama, suasana baru ataupun wajah wajah baru. Sebuah perlakuan yang selalu ku ulang, tanpa belas kasihan dan sangat jauh dari rasa yang peka kepada siapapun. Di atas sana, mungkin sudah terlukis rapi bangaimana langit memandangku, dari beberapa nama yang terbuang kemudian kembali dpisahkan dari rasa bersalah. Bagaimana bisa hidup akan terus berlanjut, melainkan hanya seperti sebatang pohon yang telah usang termakan rayap. Hanya menunggu angin kecil untuk merebahkan diri dan tidur untuk waktu yang sangat lama.

      Kepada siapakah aku ini, rumah yang sudah begitu jauh dari angan. Jiwa jiwa sedarah sudah menjadi orang lain, mereka kembali menjadi seperti lalu saat semua masih putih bersih tanpa dosa yang berarti. Takdir sebetulnya tidak pernah seperti ini, meski aku berdiam diri di suatu tempat seseorang pasti akan datang menghampiriku. Bagaimana mungkin mereka berkata seperti itu, rasanya seperti pelipur lara dalam dunia dongen.

     Aku ingin pulang, aku ingin kembali ke tempat yang sama. Mencari lagi alasan untuk bersua di bawah gelapnya malam. Tertawa bersama tanpa beban hari esok. Meski jembatan sudah hapir patah, ada beberapa pejalan kaki yang nekat menyeberang. Bukan karena tidak takut, tapi di seberang sana ada seulas senyuman yang bertahan lama, tidak ada di tempat lain dan tidak akan pernah sama di seberang sana. Gurat gurat rasa lelah mulai melingkar di wajah, menunggu waktu pulang lalu menghapus semua rasa bersalah...
     


Kamis, 16 Juli 2015

DOA TERAKHIR




     Khair, seperti itulah Aku memanggilnya entah dalam keadaan sadar ataupun lagi bermimpi. Dia adalah cinta pertama, cinta yang jatuh karena melihatnya menangis dengan raut begitu sempurna.
Cukup aneh, namun seperti itulah kenyataannya bagaimana Aku bisa memulai jatuh cinta kepadanya.
Sudah lama Aku menyimpan rapi nama itu di perjalanan ini.
Dia sudah menjadi banyangan kedua dari setiap gadis yang Aku jumpai.
Cinta memang kadang seperti itu, Kita akan melihat bintang di siang hari saat matahari sedang terik kemudian pandangan tiba-tiba gelap lalu kita akan sadar ternyata kita baru saja bermimpi. 
Sebenarnya Aku tidak ingin bangun, Aku hanya ingin bermimpi tentangnya, bagaimana Aku mulai menyukainya, seperti apa Dia dalam sisi yang berbeda dan sejauh mana pahitnya saat Dia tak pernah melihatku.

      Setiap orang punya warna tersendiri, seperti apapun yang ingin kita lukis, kita hanya bisa memilih warna yang disiapkan untuk kita. Aku adalah orang pertama yang akan setuju dengan hal itu.
Meski berulang kali berlari namun Aku akan tetap kalah dari seseorang yang sudah dekat berdiri tak jauh dari tempatnya tersenyum.
Siapapun pasti pernah berada dalam situasi yang sulit, situasi yang sama sekali kamu tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa menerima bagaimana hari-harimu akan terlewatkan begitu saja.
Kemudian kamu akan banyak berdo'a, banyak memohon dan berharap waktumu akan tertuju kepada yang kamu inginkan.
Jika tak ada jalan lain, kamu harus belajar melepaskan, meninggalkan dan kehilangan.
Selalu Ada banyak hal baik setelah itu berlalu, kamu hanya perlu mencoba untuk melihat kemudian berterima kasih karena sudah kehilangan dan melewati masa masa sulit itu.

      Bulan ini janur kuning sudah terpampang dengan jelas di depan rumahmu khair.
Apa Aku patah hati,,,???
Sama sekali tidak khair, Aku tau ada begitu banyak jalan di dunia ini dan ada jalan yang tidak seharusnya Aku berdiri di sana.
 
     Kita di jalan yang berbeda namun masih bisa melihat satu sama lain. Aku tidak pernah takut cintamu menjadi milik orang lain, Aku hanya takut tidak bisa lagi melihatmu meneteskan air mata.
Benar benar seulas raut yang membuat hatiku meleleh karena terharu.
Aku juga takut tak bisa membayangkan wajahmu lagi. Membanggakanmu di antara wanita-wanita lain.
Belum waktunya ceritamu kututup, aku masih menunggu lembaran lembaran lain untuk menyempurnakan kisahmu.
Aku ingin tahu apakah di masa depan nanti namamu masih punya tempat yang baik dalam hatiku.
Aku sangat ingin melihat anakmu yang lucu memanggilmu "Ibu", belajar dari sisimu dan kamu mungkin akan cukup di repotkan oleh malaikat kecilmu.
Aku ingin melihatmu menjadi tua dan berjalan menggunakan tongkat.
Aku ingin tahu bagaiman kamu akan menghabiskan sisa usiamu dengan pilihan yang kamu sukai saat ini.
Aku penasaran apakah Aku masih akan menjadi orang yang sama pada waktu itu,,?

      Pria baik untuk wanita yang baik. Itu adalah yang selalu kupercayai dan sudah seharusnya aku tidak akan kecewa bagaimanapun jawabannya. Airmata bukan satu satunya alasan yang buruk.
Ada banyak harapan di sana jika hati menginginkannya. Sudah cukup lama menyapamu dari jauh, meski tidak pernah terdengar, namun itu bukan alasan yang tepat jika Aku adalah pria yang menyedihkan. Cinta yang menyedihkan akan selalu berakhir buruk untuk pasangan yang hebat. Kamu telah menemukan cinta yang seimbang dan bisa membuatmu nyaman dalam kondisi apapun. Harimu benar-benar akan menjadi baik.

    Hiduplah seperti yang kamu inginkan khair. Percayalah dunia ini tempat yang layak untuk kamu bahagia. Semua hal-hal yang membebanimu simpanlah dengan rapi di tempat yang jauh.  Jangandengar kata mereka, hidup memang seperti itu dan terlalu sering mereka tidak sebijak yang terlihat. Cintailah priamu yang telah berani meminangmu. Dialah pria paling hebat untukmu. Dia yang sempurna di antara kekurangan yang kamu temukan pada setiap pria.  Dialah yang akan menjagamu dari rapuhnya hatimu, kemudian akan membawamu ke tempat di mana wanita lain akan iri melihatmu.

     Bariskanlah doa-doa untuknya, jadikanlah setiap tidurnya seperti mimpi terakhir dalam hidupnya, kamu akan melihat seperti apa bahagianya ia terbangun dan kamu di sampingnya.

       Aku belum terlalu jauh khair dan semoga Aku masih bisa melihat jalan pulang. Selamat khair, semoga sakinah mawaddah warahmah :)...

Jumat, 03 Juli 2015

Trouble Heart



    Kenyataan tidak pernah mengenal siapapun. Kemungkinan untuk meraihnya selalu sama besar dengan kemungkinan akan kehilangan. Karir pekerjaan, dunia sosial dan asmara selalu ada dalam garis yang sama.

     Pasang surut hidup ini adalah hal biasa, namun ada saja penyebabnya, tidak peduli itu datangnya dari mana dan bagaimana ia memulai ikut campur dalam hidupmu. Ada begitu banyak cara takdir untuk membuat alur ceritamu tidak menentu.

      Dosa dosamu di masa lalu pasti akan terbayar juga dengan sendirinya, jika tidak pernah melihatnya mungkin kamu hanya tidak sadar untuk menilainya. Disisi lain terkadang tuhan juga menjadikanmu seperti sosok pahlawan, harus menanggung kesalahan orang lain di waktu lalu, kemudian sebisa mungkin kamu akan menyelesaikannya dengan rapi, berjuang sendiri dan dengan caramu sendiri.

      Kamu dipertemukan kemudian saling melepaskan. Setiap saat orang akan datang dan pergi dari sisimu, semua ingin berjalan dengan pilihan masing masing. Ada hal yang sangat pantas dipertahankan, namun sayangnya ia tidak cukup nyaman bersamamu. Meskipun terasa sakit dan cukup sulit karena kehilangan, tetap saja kamu akan melupakannya, walaupun nanti dengan waktu yang lama.

      Rasanya dunia ini seperti sandiwara, ada banyak topeng dimana mana yang sewaktu waktu bisa saja tepat di depan matamu. Kamu tidak akan pernah bisa menghindar dari kebiasaan itu, tapi kamu selalu punya pilihan untuk tidak seperti mereka. Walaupun hidup sudah seperti itu tapi fikirkanlah sekali lagi, paling tidak kamu bisa melihat sebuah sisi yang bisa membuatmu tetap berlari di jalan yang kamu tunjuk.

       Nasib adalah meskipun kamu diam saja di sana, akan selalu ada orang yang mendekatimu. Kamu akan menjadi seperti sebuah pulau, tak ada ketakutan apapun mendekatimu untuk menenangkan hati. Kamu tidak pernah bisa bersembunyi, kelilingalah dunia, pergilah kemana kamu mau dan kamu akan tetap bertemu di tempat yang sama.

       tidak pernah sekalipun ada sebuah tempat dalam hatimu dengan sisi yang sempurna. Hati tidak di ciptakan untuk merasa puas, hanya saja ada beberapa orang yang mengeluh dengan cara berbeda. Mengeluh dengan membuka sebuah jalan baru untuk memperpendek jarak dari dunia yang menakutkan ini. Hatimu adalah milikmu, kamu bebas menyukai apa saja. Rasa takut dari sebuah pilihan adalah bukan hal yang aneh lagi. Bukankah kamu bisa mengubah banyak hal dari sebuah permintaan maaf...???

         Sebagian dari mereka dengan begitu kuat mencoba melewati dinding yang tak bisa ia lompati. Bukankah sangat sering kehidupan menjadi nyata saat kamu sama sekali tidak menduganya....???
Tidak harus indah, tidak menyedihkan sudah lebih dari cukup. Pelajaran dari sebuah film horor, bahwa hidupmu tetap baik baik saja, tidak seburuk dari cerita kehidupan dalam drama tragis tersebut.

       Kemanapun kamu cari, tidak ada pengukur keadilan yang pasti di dunia ini, mereka akan selalu menang darimu jika mereka bisa membentuk sebuah kebenaran. Dengarlah apa yang ingin kamu dengar, lihatlah apa yang ingin kamu lihat. Akan kupergunakan sisa hidupku untuk memberitahumu semua rahasiaku pelan pelan.




" Sadarlah, dunia ini tempat yang baik untuk kamu tinggali. Cobalah sekali lagi...!!! "